Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi saluran urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin, diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin melintas sawar otak sangat rendah kecuali pada kondisi inflamasi; sefotaksim merupakan sefalosporin yang baik untuk infeksi sistem saraf pusat (misalnya meningitis). Efek samping utama dari sefalosporin adalah hipersensitifitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap penisilin juga akan alergi terhadap sefalosporin.
Sefradin secara umum telah diganti oleh sefalosporin yang lebih baru.
Sefuroksim merupakan sefalosporin generasi kedua yang kurang sensitif terhadap inaktivasi oleh beta-laktamase dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama sehingga antibiotik ini aktif terhadap bakteri tertentu yang resisten terhadap antibiotik lain dan mempunyai aktivitas yang lebih besar terhadap Haemophilus influenza dan Neisseria gonorrhoeae.
Sefotaksim, seftazidim dan seftriakson merupakan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas dibandingkan dengan generasi kedua, terhadap bakteri Gram negatif. Namun, antibiotik ini kurang aktif dibandingkan sefuroksim terhadap bakteri Gram positif, terutama Staphylococcus aureus. Spektrum antibakterinya yang luas ini dapat menyebabkan superinfeksi dengan bakteri atau jamur yang resisten. Seftazidim memiliki aktivitas yang baik terhadap pseudomonas. Juga aktif terhadap bakteri Gram negatif. Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Indikasi meliputi infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium dari seftriakson membentuk endapan dalam kandung kemih yang walau jarang tetapi dapat menimbulkan keluhan, namun dapat hilang jika dihentikan. Pada neonatus, seftriakson dapat menggeser bilirubin dari plasma albumin, oleh karena itu penggunaannya sebaiknya dihindari pada neonatus dengan hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi, hipoalbuminemia, asidosis atau kegagalan pengikatan bilirubin.
Sefalosporin oral. Sefalosporin generasi pertama yang dapat diberikan secara oral adalah sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil, sedangkan yang dari generasi kedua adalah sefaklor dan sefprozil. Obat-obat ini bermanfaat dalam infeksi saluran kemih, yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik lain atau yang terjadi pada waktu hamil, infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis serta infeksi kulit dan jaringan lunak.
Sefaklor aktif terhadap Hemophilus influenzae, namun antibiotik ini menyebabkan reaksi kulit yang lebih lama dari biasanya, terutama pada anak-anak. Sefadroksil memiliki masa kerja yang lama dan dapat diberikan dua kali sehari; memiliki aktivitas yang lemah terhadap Hemophilus influenzae. Sefuroksim aksetil, bentuk ester dari sefuroksim yang merupakan sefalosporin generasi kedua sefuroksim, memiliki spektrum antibakteri yang sama dengan senyawa asalnya; antibiotik ini sulit diabsorpsi.
Sefiksim memiliki lama kerja yang lebih panjang daripada sefalosporin lainnya yang dapat diberikan secara oral. Hanya diindikasikan untuk infeksi akut. Sefpodoksim proksetil lebih aktif daripada sefaloporin oral lainnya terhadap bakteri patogen pernafasan dan diindikasikan untuk infeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Untuk terapi penyakit Lyme, lihat 5.1.1.3.
Infeksi pada rongga mulut. Sefalosporin sedikit lebih efektif dibandingkan penisilin dalam mengatasi infeksi pada gigi, kurang efektif terhadap bakteri anaerob. Infeksi karena streptokokus oral (sering disebut streptokokus viridans) yang menjadi resisten terhadap penisilin, biasanya juga resisten terhadap sefalosporin. Hal ini penting dalam kasus pasien yang mengalami demam rematik dan yang sedang mendapat terapi penisilin jangka panjang. Obat yang dipakai adalah sefaleksin dan sefradin.
Sefalosporin generasi pertama:
Terutama aktif terhadap kuman Gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan streptokokus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans dan Streptococcus pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif adalah Streptococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteria. Kuman yang resisten antara lain MRSA, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus faecalis. Sefaleksin, sefradin, sefadroksil, aktif pada pemberian per oral. Obat ini diindikasikan untuk infeksi saluran kemih yang tidak memberikan respons terhadap obat lain atau yang terjadi selama hamil, infeksi saluran napas, sinusitis, infeksi kulit dan jaringan lunak.
Sefalosporin generasi kedua:
Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram negatif, misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus influenzae dan N. gonorrhoeae.
Sefalosporin generasi ketiga:
Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya. Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. Garam kalsium seftriakson kadang-kadang menimbul-kan presipitasi di kandung empedu. Tapi biasanya menghilang bila obat dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus termasuk Bacteroides fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena peritonitis.
Farmakokinetik:
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara intravena karena menimbulkan iritasi pada pemberian intramuskular. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai kadar yang tinggi dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar plasenta, mencapai kadar tinggi dalam cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya sebaiknya disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek samping: Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin yang ringan dan sedang, kemungkinannya kecil. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida memper-mudah terjadinya nefrotoksisitas. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia jarang terjadi.