Semua antihistamin bermanfaat besar pada terapi alergi nasal, rhinitis alergika dan mungkin juga pada rhinitis vasomotor. Antihistamin mengurangi sekresi nasal dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti hidung. Antihistamin topikal digunakan pada mata, hidung dan kulit.
Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria dan digunakan untuk mengatasi ruam kulit pada urtikaria, gatal, gigitan dan sengatan serangga, serta alergi obat. Injeksi klorfeniramin atau prometazin digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi darurat anafilaksis dan angioedema dengan adrenalin. Antihistamin (sinarisin, siklisin dan prometasin teoklat) digunakan pada mual dan muntah. Antihistamin kadang digunakan untuk insomnia.
Antihistamin berbeda-beda dalam lama kerja serta dalam derajat efek sedatif dan antimuskarinik. Antihistamin golongan lama relatif mempunyai kerja pendek tetapi beberapa (misal prometazin) memiliki kerja sampai 12 jam, sedangkan antihistamin non sedatif yang lebih baru memiliki kerja panjang. Semua antihistamin golongan lama menyebabkan sedasi, meskipun alimemazin (trimeprazin) dan prometazin mempunyai efek sedasi yang lebih besar dibanding klorfeniramin dan siklizin. Efek sedasi ini kadang-kadang dibutuhkan untuk mengendalikan gatal karena alergi. Tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa antihistamin sedatif yang satu lebih baik dari yang lain karena pasien mempunyai respons yang sangat berbeda satu sama lain. Antihistamin non sedatif seperti setirizin, levosetirizin, loratadin, desloratadin, feksofenadin, terfenadin dan mizolastin lebih sedikit menyebabkan efek sedasi dan gangguan psikomotor dibanding golongan lama karena jumlah obat yang menembus sawar darah otak hanya sedikit.
Operasi gigi. Antihistamin digunakan secara luas sebagai anti muntah. Pada pasien dengan reflek gag yang berlebihan, pemberian diazepam akan lebih efektif.
Peringatan dan Kontraindikasi: Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang nyata dan harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien dengan risiko galukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal, penyakit hati dan epilepsi. Dosis mungkin perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Anak dan lansia lebih mudah mendapat efek samping. Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas petunjuk dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Banyak antihistamin harus dihindari pada porfiria, meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan setirizin) diperkirakan aman.
Efek Samping Antihistamin: Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar antihistamin golongan lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang (terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih baru.
Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur, dan gangguan saluran cerna.
Efek samping lain yang jarang dari antihistamin termasuk hipotensi, efek ekstrapiramidal, pusing, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, palpitasi, aritmia, reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angio-edema, dan anafilaksis, ruam kulit, dan reaksi fotosensitivitas), kelainan darah, disfungsi hepar dan glaukoma sudut sempit.
Antihistamin Yang Tidak Menyebabkan Kantuk:
Walaupun mengantuk jarang dijumpai, namun pasien harus diingatkan bahwa hal itu dapat terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas yang memerlukan ketrampilan, misalnya mengemudi-kan mobil. Pemakaian alkohol berlebihan harus dihindari.
Antihistamin Yang Menyebabkan Kantuk:
Efek samping mengantuk akan mempengaruhi aktivitas yang memerlukan ketrampilan, misalnya mengemudi mobil; efek sedasi meningkat dengan pengaruh alkohol.